Peran Hutan Adat dalam Pembangunan Daerah: Fungsi Ekologis, Budaya, dan Spiritualitas bagi Masyarakat Adat

Keterangan Foto: Acara Lokakarya Percepatan Pengakuan Perlindungan Masyarakat Adat, wilayah adat dan Penetapan Hutan Adat di Kabupaten Lombok Utara. Rabu, 18 September 2024.

AMAN NTB – Lokakarya Percepatan Pengakuan Perlindungan Masyarakat Adat, Wilayah Adat dan Penetapan Hutan Adat Kabupaten Lombok Utara, diselenggarakan oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Mataram pada Rabu, 18 September 2024.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Lombok Utara, Mala Siswadi menyatakan komitmennya untuk penguatan dan pemberdayaan masyarakat adat, merupakan salah satu strategi pembangunan daerah.

Dia mengatakan, dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, ada indikator indeks membangun desa terintegrasi dengan kebijakan pemerintah pusat yang meliputi Sosial dan ekonomi.

Mala Siswadi juga menegaskan bahwa di Lombok Utara sudah tidak ada lagi desa tertinggal, hal itu menurutnya bukti telah mencapai tahap pembangunan desa yang relatif terus membaik.

Oleh karena itu, lanjutnya, masyarakat adat punya posisi strategis dan dalam proses membangun daerah. Penguatan masyarakat adat tidak hanya dipandang sebagai hanya bagian dari pelestarian budaya, tapi itu merupakan strategi utama untuk mencapai visi misi pembangunan daerah. Sehingga kedepan indikator utama ialah indeks membangun masyarakat adat di Desa.

” Kami punya rapot jika tidak berhasil mempercepat pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, maka hal itu jadi rapot merah bagi kami dalam menjalankan visi misi Bupati dalam pembangunan daerah,” ungkap Mala Siswadi, saat membuka acara Lokakarya di Mataram pada Rabu, 18 September 2024.

Dalam pidato sambutannya itu, menggambarkan pentingnya melakukan pemberdayaan masyarakat adat untuk membangun daerah. Dia berharap sinergi pada aspek sosial, ekonomi, dan budaya sebagai pijakan untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan.

Baca juga: Mencari Solusi Konkret untuk Percepatan Pengakuan Hak Masyarakat Adat, AMAN NTB dan BRWA Gelar Lokakarya

Keterangan Foto: Peserta Mengikuti Lokakarya Percepatan Pengakuan Perlindungan Masyarakat Adat dan Penetapan Hutan Adat

Kepala BRWA, Kasmita Widodo dalam catatannya tentang Hutan Adat Masyarakat Hukum Adat KLU, bahwa tata batas wilayah adat atau dokumen dalam proses pemetaan itu penting diperhatikan. Untuk identifikasi hutan adat bentuk- bentuk relasi dalam hutan adat, itu tidak hanya dalam bentuk matrial fisik hutan.

Widodo menekankan setiap proses pengusulan hutan adat harus melalui musyawarah adat dengan melibatkan semua pihak. Sehingga fungsi dan makna dari hutan adat dapat dipahami dengan konsekuensi di dalamnya.

” Tapi ada situs bersejarah, dan langkah penting harus dilakukan ke depan yaitu proses birokrasi, mengusulkan potensi dengan mengedepankan musyawarah, dan konsekuensi fungsi makna dari hutan adat itu. Masyarakat Adat yang menentukan mana hutan adat, misalnya permukiman, kebun, sawah yang ada dalam hutan adat yang diusulkan tentu harus ditata menjadi kawasan hutan adat berdasarkan usulan hasil musyawarah adatnya.” Jelas Kepala BRWA.

Dengan demikian, keseimbangan interaksi di dalam ekosistem kelangsungan hidup alam dapat terjaga secara berkelanjutan.

” Masak kawasan hutan adat ada permukiman, kebun, kan itu gak mungkin, jadi perlu melakukan penataan kawasan mana permukiman yang harus keluar dari hutan dan dimana kebun yang diusulkan masuk dalam kawasan hutan adat, imbuhnya.

Sementara itu, AMAN NTB menegaskan kewajiban komunitas anggota AMAN memiliki peta wilayah adat. ” Ada kewajiban bagi kami anggota AMAN bahwa komunitas adat wajib memiliki peta wilayah adat. Soal pengakuan ini tentu memiliki indikator yang perlu diperluas, Rangkul semua masyarakat adat, jangan tampil ekslusif, karena peta wilayah adat itu untuk semua, baik anggota AMAN maupun yang belum dan bukan anggota AMAN,” kata Lalu Prima Wira Putra.

Terkait material fisik Hutan, menurut Lalu Prima yang juga sekretaris Majelis Adat Sasak (MAS) itu, kata dia bukan hanya urusan ekonomi tapi Hutan Adat ada nilai spritualitas jiwa masyarakat adat di dalamnya sebagai bentuk nyata identitas keberadaan masyarakat adat yang jadi pertimbangan bersama.

Lokakarya itu dihadiri oleh narasumber yang berpengalaman terhadap bidangnya masing-masing, yaitu dari KLHK, Yuli Prasetyo Nugroho (Kasubdit Penangan Konflik Tenurial dan Hutan Adat), Lalu Prima Wira Putra (AMAN NTB), Kasmita Widodo (Kepala BRWA) dan dari NGO Santiri Foundation.

Diikuti oleh perwakilan komunitas masyarakat adat KLU, Para Ketua PD AMAN di NTB, Walhi NTB, BTNGR, BP2KBPMD, dan Panitia MHA KLU. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *