Tradisi Bubus: Warisan Budaya yang Terus Mengalir di Tengah Modernisasi

Komunitas Masyarakat Adat Tunjungmas Pengkelak Mas, Kecamatan Sakra Barat, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dok. Ist.

AMAN NTB — Di tengah derasnya arus modernisasi yang merasuk ke berbagai aspek kehidupan, masyarakat adat Tunjungmas Pengkelak Mas, Sakra Barat, Lombok Timur, tetap teguh memegang tradisi Bubus, sebuah warisan budaya leluhur yang sarat dengan nilai-nilai kebersamaan dan spiritualitas. Tradisi ini telah menjadi bagian integral dari identitas dan ikatan keluarga di komunitas tersebut, menjadikannya salah satu kekayaan budaya yang tetap hidup di era yang semakin modern ini.

Bubus adalah sebuah ritual pengobatan tradisional yang mengandalkan kekuatan pusaka leluhur serta campuran beras dan rempah-rempah. Ritual pembuatannya ini dilaksanakan secara khusus pada bulan Maulid, dengan proses yang melibatkan seluruh anggota keluarga. Meskipun bersifat eksklusif hanya untuk mereka yang memiliki hubungan darah dengan pemilik pusaka, orang luar tetap diperbolehkan untuk bergabung dan merasakan keajaiban tradisi ini.

Amaq Sali, salah satu pengantung Bubus yang bertanggung jawab atas pusaka leluhur, mengisahkan bagaimana dirinya mendapatkan amanah untuk menjaga pusaka keluarga. “Ketika ada salah satu anaknya atau keluarganya kurang sehat, biasanya datang ke tempat saya,” ujar Amaq Sali. Sejak dulu, keluarganya telah menjadi rujukan bagi warga yang mencari kesembuhan melalui tradisi Bubus, yang dibuka setiap hari Jumat pagi.

Masyarakat datang dengan membawa 9 buah kue ketan yang dilapis daun kelapa, sebagai syarat untuk mengikuti ritual. Ritual ini dimulai sekitar pukul 6 pagi, di mana setiap keluarga yang hadir diobati satu per satu. Dalam proses ini, mereka juga diajak untuk mengenang silsilah keluarga, mempererat hubungan kekeluargaan, dan saling mengenal antar generasi.

Baca juga : Masyarakat Adat Tunjung Mas Pengkelak Mas Sakra Barat Membuat Peta Wilayah Adat

Petunjuk Leluhur yang terus-menerus muncul 

Namong, pengantung Bubus lainnya, menceritakan pengalamannya ketika pertama kali menerima amanah untuk menjaga pusaka keluarga. “Saya tidak pernah berharap menerima tugas ini, bahkan sempat mengabaikannya. Tapi terus-menerus diberikan tanda-tanda, bahkan petunjuk dengan beberapa kejadian aneh,” tuturnya. Namong, yang awalnya tidak mengetahui detail proses ritual, akhirnya memahami pentingnya tugas ini setelah menerima berbagai petunjuk dari leluhurnya.

Kini, Namong atau Amaq Genik telah membuat tempat khusus untuk menyimpan pusaka tersebut, sesuai dengan petunjuk leluhur. “Dulu, saya hanya diminta untuk menjaga pusaka itu yang diwariskan oleh kakek buyut saya. Sekarang, saya menyimpannya dengan lebih aman di tempat yang dibuat khusus, karena ini bukan sekadar benda biasa, melainkan warisan yang sarat makna.” Ungkapnya, menggunakan bahasa Sasak.

Bubus sebagai Benteng Identitas Sasak

Bagi Ketua Komunitas Masyarakat Adat Tunjungmas Pengkelak Mas, Muhamad Rais, tradisi Bubus lebih dari sekadar ritual pengobatan. Baginya, Bubus adalah simbol identitas masyarakat Sasak yang diwariskan oleh leluhur secara turun-temurun. “Kami menjalankan tradisi Bubus ini sebagai benteng identitas kami selaku bangsa Sasak yang diwariskan oleh leluhur kami untuk dirawat dan dijaga,” tegasnya. Ahad, 11 Agustus 2024.

Muhamad Rais yang juga menjabat Kepala Desa Pengkelak Mas ini mengatakan sekitar 11 tempat bale Bubus yang tersebar di wilayah adatnya khususnya di Desa Pengkelak Mas.

Tradisi Bubus tidak hanya berfungsi sebagai sarana penyembuhan, tetapi juga sebagai penjaga silaturahmi dan penguat hubungan keluarga. “Ketika saya merasa kurang sehat, saya selalu ingat tradisi ini. Dulu, saat saya kecil, ibu sering membawa saya ke pengantung Bubus, dan saya selalu sembuh,” ujar Fina Islami (23), salah seorang warga Desa Pengkelak Mas. Bagi Fina, Bubus adalah bagian dari support system yang memperkuat dirinya dan hubungan keluarganya.

Menghadapi Masa Depan dengan Kearifan Lokal

Meski zaman terus berubah, masyarakat adat Pengkelak Mas tetap setia pada tradisi leluhur mereka. Bagi mereka, Bubus bukan sekadar ritual kuno, melainkan sumber kekuatan yang menghubungkan mereka dengan masa lalu dan memberi mereka fondasi yang kuat untuk menghadapi masa depan.

Di tengah gempuran modernisasi, tradisi Bubus tetap berdiri kokoh, menjadi bukti bahwa kearifan lokal mampu bertahan dan tetap relevan. Masyarakat Adat Pengkelak Mas menunjukkan bahwa di era digital ini, nilai-nilai kebersamaan, spiritualitas, dan identitas budaya tetap dapat dijaga dan dilestarikan, selama ada niat dan tekad yang kuat dari masyarakatnya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *