Ada kota yang terkubur di bawah puing-puing vulkanik. Sebuah ibukota kerajaan yang pernah berjaya di Pulau Lombok, 760 tahun yang lalu. Pamatan, nama kota itu, dalam Babad Lombok pupuh 222- 227, digambarkan adalah sebuah negeri yang kaya-raya dengan taman indah mengelilingi kota. Negeri berpenduduk 10 ribu warga, memiliki fasilitas jalan memadai. Untuk keamanan, Pamatan memiliki benteng yang kokoh dengan tembok yang tinggi.
Kota sentosa itu, mendadak lenyap di pertengahan tahun 1257, saat Gunung Samalas (belakangan dikenal dengan nama Gunung Barujari di kompleks Gunung Rinjani) memuntahkan 40 trilyun kubik magma padat, dan kerudung aerosol stratosfer yang menghalangi sinar matahari. Demikian hebatnya letusan Samalas, dengan daya lempar mencapai ketinggian 43 kilometer ke angkasa yang berpotensi mengubah pola sirkulasi atmosfer dan merusak lapisan ozon. Kedahsyatan letusan itu, tak hanya mengubur negeri Pamatan yang subur makmur.
Masa meletusnya Samalas, adalah saat abad pertengahan di Eropa. Sejak tahun 1991 sampai 2007, Museum Arkeologi London melakukan penyelidikan, sebuah proyek arkeologi terbesar yang pernah ada di kota ini. Penggalian yang dipimpin ahli osteologi Don Walker ini, menemukan belasan ribu kerangka manusia abad pertengahan di pasar Spitalfields, lokasi biarawan Augustinian dan rumah sakit St Mary Spital di London. Lalu, Don Walker pun menemukan adanya korelasi antara kuburan massal di London dengan gunung berapi.
Pada tahun 1258, seorang biarawan melaporkan, angin utara dan hujan lebat terus berlanjut selama beberapa bulan. Masa-masa yang sangat sulit. Puncaknya, banyak kaum miskin meninggal,dan mayat mereka ditemukan dalam keadaan bengkak. Berjangkit wabah penyakit yang menyebabkan 15 ribu orang miskin di London binasa. Tidak ada penjelasan pada saat itu: pasrah dan menganggap sebagai hukuman dari Tuhan. Populasi London saat itu sekitar 50.000, sehingga kehilangan 15.000 warga adalah kejadian dan duka yang luar biasa.
“Orang-orang yang tinggal di London abad pertengahan ini sama sekali tidak tahu bahwa peristiwa global tersebut adalah dampak dari letusan gunung berapi terbesar 10.000 tahun terakhir,” kata Don Walker.
Bukti-bukti ilmiah, termasuk penanggalan radiokarbon dari tulang dan data geologi dari seluruh dunia, menunjukkan bahwa korban jiwa massal di abad ke-13 disebabkan oleh salah satu letusan gunung berapi terbesar di dunia.
Ahli vulkanologi Bill McGuire, penulis Waking the Giant, mengemukakan tentang bagaimana dominannya pengaruh iklim memicu gempa bumi, tsunami, dan gunung berapi. Maka, gunung berapi memiliki jangkauan yang sangat panjang karena dapat membawa dampak perubahan iklim yang tidak hanya memengaruhi manusia di sekitar wilayah.
McGuire mengutip sebuah letusan Islandia pada tahun 1783 yang menghasilkan awan belerang yang menggantung di Eropa selama hampir setahun, berdampak pada kualitas udara yang menyebabkan ribuan kematian.
Pada sebuah studi yang diterbitkan dalam Prosiding National Academy of the Sciences, para periset telah mengidentifikasi lokasinya, yang berada di sebuah negeri ‘cincin api’ (Indonesia). Adalah gunung berapi Samalas, yang pernah mengalami letusan sangat dahsyat dan penyebab kerusakan di berbagai belahan bumi.
Dua letusan gunung berapi terbesar di masa lalu, Krakatau pada tahun 1883 dan Tambora pada tahun 1815, keduanya terjadi di Indonesia. Tambora, yang disebut sebagai mega letusan, kedahsyatannya tujuh kali letusan Krakatau. Tapi, Samalas, Gunung Baru Jari itu, disebutkan memiliki kekuatan dua kali lipat dari letusan Tambora!
Bryan Walsh, editor senior Majalah TIME, menulis, catatan orang Indonesia kuno (Babad Lombok) yang menceritakan tentang ledakan vulkanik di Lombok yang menghancurkan kota Pamatan, ibukota kerajaan kuno, memberi sebuah petunjuk. Bahwa ada kemungkinan kota itu masih ada, menunggu untuk ditemukan kembali seperti kota Romawi Pompeii. Itu akan menjadi pencapaian arkeologi yang sama mengesankan dengan penelitian geografis yang mengidentifikasi gunung berapi pembawa dampak ‘Eropa tanpa musi.