Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) adalah organisasi yang terbentuk karena sebuah inisiasi dari para tetua. Karena betapa penderitaan yang mereka rasakan setelah lebih dari 70 tahun merdeka, belum ada suatu wujud dari kehadiran Negara dalam menyelesaikan persoalan – persoalan yang menyangkut kehidupan Masyarakat Adat.
Meskipun dalam Undang-undang Dasar 1945 telah menegaskan keberadaan masyarakat hukum adat. Dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 sebagai hasil amandemen kedua menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Namun pada perkembangannya tersebut terabaikan,dan lalai dalam melihat hal itu karena selama ini menganggap urusan Masyarakat Adat ini sudah terwakili ketika berbicara soal kebudayaan. Inilah tempat kesalahpahamannya, karena kebudayaan merupakan bagian dari Budi dan Daya dari suatu masyarakat dalam bentuk kesenian, ritual, tradisi, pakaian adat, dan sejenisnya itu adalah kebudayaan.
Meskipun dalam UU Pemajuan Kebudayaan merupakan jalan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia: menjadi masyarakat berkepribadian dalam kebudayaan, berdikari secara ekonomi, dan berdaulat secara politik. Namun perkembangan Masyarakat Adat menjadi terabaikan atas hak-hak ulayatnya ketika berbicara kebudayaan dianggap urusan Masyarakat Adat sudah terwakili dalam menyelesaikan persoalan-persoalannya.
Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dengah hal itu pun dianggap Masyarakat Adat adalah hanya dijadikan Objek atau tontonan untuk kepentingan kepariwisataan.
Dari hal tersebut berbeda dengan Masyarakat Adat itu sendiri merupakan sebagai subjek yang melahirkan kebudayaan yang hidup sebagai suatu komunitas bagian dari masyarakat yang hidup di dalam Negara yang patut dilindungi dengan hak-hak asasinya.
“ Kita bukan objek tontonan purbakala yang hanya ditonton oleh turis atau wisatawan, tetapi kita Masyarakat sebagai subjek yang melahirkan kebudayaan untuk mereka belajar dalam kehidupan sosial yang melindungi dan memelihara kearifan lokal dari warisan leluhur.” ungkap Lalu Prima Wira Putra di Dusun Penyonggok Desa Tete Batu Selatan Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Ahad, 31 Januari 2021.
Tidak hanya kebudayaan tetapi soal hak – hak keberlangsungan hidup mereka dan kejatidirian mereka sebagai bangsa atau disebut dengan keragaman Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika. Begitu kita menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kemudian warna di dalam masyarakat adat itu di leburkan menjadi satu bentuk. Sementara Masyarakat Adat ini lebih dulu hidup dalam kesatuan – kesatuan sebelum Negara Indonesia lahir.
Mereka hidup dalam tatanan tersendiri dengan hukum-hukum atau aturan yang dijalankan sebagai awik-awik atau bentuk ikatan – ikatan sosial yang disepakati bersama. Masyarakat Adat mempunyai sumberdaya pendukung berupa hutan, ladang, sungai, permukiman dan sebagainya.
Namun begitu Negara ini lahir maka, sepakat menjadi satu kesatuan menjadi Negara Republik Indonesia. Masyarakat Adat menyerahkan menejemen kehidupan dalam satu payung bersama yang disebut NKRI.
Dalam pengaturan-pengaturan ini ibarat dalam sebuah perusahaan, maka Masyarakat Adat adalah pemilik saham di dalam NKRI yang wajib mendapat manfaat sebesar-besarnya atas “saham “ berupa semua lingkungan hidup dan sumber dayanya yang dikelola oleh Negara. Sehingga untuk itulah Negara ini dikelola, tentu ada bagian-bagiannya yakni bagian yang mengelola dan pemberian hak untuk dikelola. Persoalannya harus diatur dengan seksama, adil dan bertangung jawab, supaya pendapatan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pemilik saham Negara ini.
Hal itulah bagian yang diperjuangkan oleh AMAN secara khusus sehingga berbeda dengan lembaga yang lain. Di beberapa tempat ada lembaga-lembaga adat mungkin bicara soal merarik, kepembayunan, peresean, kebudayaan, kesenian, sastra, keris pusaka, tradisi dan sebagainya. Namun hal itu bagian dari identitas dari masyarakat adat. Semua itu memiliki khas masing-masing dari Masyarakat Adat.
Lalu mengapa hal itu penting, karena Negara akan mengelolanya kerjasama dengan banyak pihak termasuk pihak luar negeri. Tetapi persoalannya ialah ketika dikerjasamakan dengan banyak pihak dalam mengelola sumber daya yang ada di Negara. Disitulah fungsi kontrol dari suatu masyarakat dan fungsi kontrol itu sudah dibuat dalam mekanisme system bernegara yakni dengan memiliki wakil DPR dari tingkat kabupaten hingga ke tingkat pusat dan lainnya.
Tetapi kenyataannya tidak cukup dengan adanya perwakilan yang telah dibentuk Negara karena banyak kompromi-kompromi yang dilakukan dalam keputusan-keputusan dalam Negara ini masih ada yang belum menguntungkan daripada masyarakat. oleh sebab itulah pentingnya masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap kebijakan-kebijakan Negara.
Oleh sebab itu, untuk menguatkan fungsi kontrol Masyarakat maka terbentuklah lembaga bernama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Jika ada yang menyakut masyarakat adat yang terzolimi maka AMAN hadir memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat. (Rji)